JAKARTA, KOMPAS.com – Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat setiap hari tidak boleh dibuang begitu saja ke badan air.
Pasalnya, air limbah bisa menimbulkan kerusakan lingkungan hingga mengancam kesehatan akibat penyakit berbasis air seperti diare, tifus, difteri hingga kolera.
Pada umumnya, masyarakat menggunakan septic tank untuk menampung air limbah rumah tangga yang nanti bisa diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Sementara untuk bangunan yang lebih luas dengan jumlah penghuni lebih banyak seperti kantor, hotel, atau apartemen, harus melalui pengolahan khusus.
Salah satunya adalah Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpadu (SPALD-T) yang menghubungkan langsung air limbah ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Terbaru, Pemerintah Kota Jakarta Selatan lewat Walikota Jakarta Selatan Munjirin menyampaikan, saat ini gedung perkantoran di wilayah administrasi tersebut harus memiliki SPALD-T yang dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Paljaya.
Adapun beberapa ruas jalan yang telah telah tersambung dengan SPALD-T Perumda Paljaya antara lain Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Gatot Subroto, Sudirman, SCBD, Manggarai, Guntur hingga Setia Budi.
“Jadi nanti semuanya (pipa air limbah gedung perkantoran di Jaksel) harus bisa disambungkan ke jaringan yang sudah disiapkan oleh pihak Perumda Paljaya. Sehingga nanti pengelolaannya terpusat, tidak satu per satu,” tutur Munjirin dalam acara Sosialisasi Bersama SPALD-T di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Direktur Utama Perumda Paljaya Aris Supriyanto menambahkan, sudah ada beberapa perusahaan di daerah tersebut yang menjadi pelanggan.
Untuk biayanya, pelanggan harus membayar sekitar Rp 600 per meter persegi dikalikan luas lantai bangunan.
“SPALD-T Perumda Paljaya memberikan sejumlah manfaat kepada pelanggan, terutama dari sisi kesehatan karena telah menerapkan baku mutu cukup ketat dan memenuhi peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” kata Aris menjawab Kompas.com.
Selain itu, pelanggan juga bisa lebih hemat secara ekonomi, mengingat pengelolaan secara mandiri memiliki lebih banyak risiko.
Kepala Dinas Lingkungam Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, sistem perpipaan air limbah ini bisa mengurangi biaya pembangunan, biaya operasional atau proses perizinan yang dilakukan oleh pemilik gedung terhadap pengolahan limbah pribadinya.
“Gedung atau perusahaan yang tidak punya pengelolaan limbah yang baik harus membuat saluran pengolahan limbah baru, membutuhkan biaya besar, belum lagi biaya operasionalnya,” ucap Asep. Dalam dua minggu ke depan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan melakukan operasi terhadap gedung dan pengolahan limbahnya, serta memberikan sanksi apabila melanggar aturan.
(Sumber: https://www.kompas.com/properti/read/2022/11/08/190000121/gedung-perkantoran-jaksel-harus-pakai-spald-t-berapa-biayanya-)